admin Berita

Perjalanan Retret

Retret adalah hal yang biasa kita lakukan, dan kita semua mengerti arti dan maksud retret. Secara ringkas kita mengerti retret adalah suatu persiapan jiwa, diri dan batin, dimana kita diajak menyadari diri kita dengan lebih baik, dalam, luas dan intens, tetapi dalam konteks dimana kita menemukan diri kita di tengah realita dan kenyataan hidup kita sendiri. Berarti kenyataan duniawi dan manusiawi.

Kita baru sungguh beriman kalau kita dengan penuh kesadaran menempatkan diri atau menemukan diri dalam realita hidup dan itu berarti saat untuk menemukan pusat hidup kita. Karena itu retret mestinya menjadi suatu pengalaman hidup yang menyeluruh, karena disana kita sadar mengenai diri kita dan seluruh problematikanya. Oleh karena itu ciri khas dari retret ialah bahwa disitu kita bisa menghayati hidup sebagai keseluruhan, maka jangan menjadi sesuatu yang intelektual belaka, berpikir semata. Tetapi justru multi dimensi yang mencakup seluruh dimensi hidup : pikiran, akal budi, perasaan, hati dan keputusan kehendak.
Dengan kata lain, untuk dapat retret kita harus mempunyai kesasadaran diri. Untuk itu sungguh membutuhkan suatu kedewasaan pribadi dan kedewasaan rohani. Dua hal yang harus diperhatikan :

1). Keunikan kita:

  • Apa yang menjadi panggilan kita?
  • Apa yang diminta dari kita?
  • Apa sumbangan yang  kita berikan?
  • Apa yang harus kita buat?

2). Kesadaran kita akan hubungan yang  kita punyai:

  • hubungan dengan diri kita sendiri.
  • hubungan dengan orang lain.
  • hubunganku dengan Tuhan.

Sekali lagi, retret bukan pemerikasaan batin atau doa yang panjang. Tetapi retret menjadi suatu kesempatan untuk mempunyai pandangan yang menyeluruh mengenai hidup kita, berpangkal dari diri kita dan keadaan diri kita. Apa artinya?  Berpangkal pada kesatuan pribadi kita dengan Allah dalam iman. Retret artinya mengumpulkan kekuatan karena kesadaran bahwa saya bersatu dengan Allah.

Hal pokok yang mungkin lebih praktis ialah bahwa  kita mesti menciptakan, mencari suasana hening dan tenang. Keheningan dan ketenangan yang mau mendengarkan, memperhatikan serta memandang “Dia yang mereka tikam” tanpa mau diganggu. Saat hening  yang membantu kita untuk pembatinan demi perkembangan hidup rohani kita, berarti :

  • Saat untuk menanti dan merindukan Roh Kudus.
  • Saat untuk merenungkan, mencecap tindakan, karya Tuhan dalam diri kita.
  • Saat untuk mengumpulkan dari kedalaman hati dan roti kehidupan.
  • Saat untuk bekerja sama dengan Allah Tritunggal demi pertumbuhan kesatuan kita dengan ciptaan.
  • Saat untuk menanti apa yang dianggap baik bagi Tuhan demi perkembangan-kemajuan diri kita maupun kemajuan komunitas kita.

Perjumpaan kita sebagai komunitas di saat hening, teduh, retret ini juga merupakan waktu untuk membaharui komitmen kita akan janji prasetya kita, sebagai imam, biarawan/wati, terhadap Allah. Perjumpaan kita sebagai komunitas dalam saat teduh, retret ini sebenarnya juga merupakan persiapan bagi kita untuk mambaharui janji dan komitmen serah diri kita dengan Allah Tritunggal – Hati Kudus Yesus yang selalu hadir menyertai dan mengikuti perjalanan-perziarahan hidup kita. Diawal perjalanan retret, saat teduh ini, kita dapat bertanya pada diri kita masing-masing :

  • Bagaimanakah kita menghidupi, menghayati janji komitmen serah diri kita kepada Allah dalam kehidupan keseharian kita?
  • Saya mengajak anda semua untuk mencerna dan mencecap pengalaman hidup ditahun yang sudah berlalu untuk mempersiapkan diri masuk dalam pertemuan perziarahan kebersamaan kita sebagai komunitas.
  • Apa yang kita rasa perlu untuk kita sharingkan berkenaan dengan bakat, anugerah, kesulitan atau tantangan bersama dalam kehidupan kita sebagai komunitas kecil?

Dalam komunitas kita masing-masing maupun komunitas yang besar(komunitas daerah dan tarekat) apa yang kita rasa perlu untuk kita sharingkan agar kita semakin terbuka dan bersama-sama membiarkan diri untuk diarahkan, dituntun oleh tindakan Allah Tritunggal dan  Hati Kudus Yesus dalam kehidupan dan karya kita?

——ooo00oo——–

“Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hati baru penuh kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir cinta”